Betapa girangnya Ibu Warni (61 tahun) saat Sugiarti (29 tahun) anak semata wayangnya pada 13 Oktober 2010 lalu mengabarkan akan kembali ke Tanah Air. “Ma besok saya ke bandara, mau pulang!” ujarnya menirukan ucapan Sugiarti, kepada mediaumat.com di sela-sela aksi unjuk rasa belasan aktivis Migrant Care yang menuntut pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap buruh migran, Jum’at (26/11) siang di depan Istana Presiden, Jakarta.
Namun sampai hari ini, Sugiarti tidak kunjung datang, dan sama sekali tidak ada kabar. Komunikasi benar-benar terputus. Itulah yang menyebabkan Warni dan Cintabela (12 tahun), anak Sugiarti, datang ke Jakarta.
Demi Mengubah Nasib
Tujuh tahun lalu, Sugiarti membulatkan tekad meninggalkan ibu, suami dan juga anaknya yang saat itu baru berumur 5 tahun untuk mengadu nasib menjadi TKW ke luar negeri. Lewat PT Alfindo Mas Buana yang berkedudukan di Desa Kebulen Kec Jatibarang Kab Indramayu, Sugiarti diberangkatkan ke Yordania.
Namun, setelah sampai di Yordania oleh agensinya, Sugiarti malah dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di Irak. Meskipun demikian, Warni tetap bisa menerima keberadaan Sugiarti di Irak, lantaran pada 2 tahun pertama Sugiarti masih bisa berkomunikasi dan sempat mengirimkan uang sekitar Rp 7 juta, hasil jerih payahnya bekerja pada keluarga Abdul Ganawi.
Hanya saja, ketika memasuki tahun ketiga hingga ketujuh Sugiarti di Irak, Warni kehilangan jejak sampai diketahui anaknya malah menjadi korban penyanderaan majikannya. Sebenarnya, kata Warni, dirinya beberapa kali meminta bantuan Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kab Indramayu untuk berupaya pemulangannya. Namun, permintaan janda tua itu tak digubris pihak Dinsosnakertrans.
Bahkan, upayanya untuk memulangkan Sugiarti ke Indonesia melalui PT Alfindo Mas Buana menemui jalan buntu, karena perusahaan menyatakan tidak bertanggung jawab. “Saya minta uang Rp 300.000 saja ke Pak Ramli (pengelola Alfindo Mas Buana, red) untuk ke Jakarta tidak dikasih!” ujar Warni. Untung saja ketika akan berangkat, Ketua RT, warga setempat dan guru-guru SD tempat Cintabela sekolah menyumbang untuk ongkos ke Jakarta.
Ketika ditanya apakah Warni pun akan mengadukan permasalahan ini ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan polos ia jawab, “DPR itu apa? Yang penting anak saya kembali, ke mana saja saya mau!”
Diperkosa Majikan
Di tengah aksi itu, Warni pun kembali berteriak dengan harapan suaranya didengar presiden dan para menterinya. “Mantri-mantri tolong anak saya, Bapak SBY tolong anak saya…!” pekik Warni dengan wajah penuh linangan air mata.
Saat ini Warni tidak berharap lagi anaknya pulang membawa uang karena yang ada dibenaknya adalah bagaimana agar Sugiarti bisa kembali ke Tanah Air. Pasalnya kondisi Sugiarti di Baghdad benar-benar mengenaskan. Sugiarti disekap dan seringkali diperkosa majikannya saat istri sang majikan menengok anak mereka yang sekolah di Amerika.
Untung saja salah satu menantu sang majikan ada yang baik dengan sembunyi-sembunyi meminjamkan ponselnya sehingga beberapa kali Sugiarti bisa memberi kabar. Sambil terisak-isak Warni menceritakan, dua tahun lalu Sugiarti menelpon bahwa majikannya memaksa ia membuang bayi hasil perkosaan itu lantaran bayi tersebut perempuan.
“Sakit hati saya, dendam saya!” sambil kembali mencucurkan air mata.
Ketika ditanya apakah ia akan mengijinkan anaknya kembali menjadi TKW bila pulang nanti. Dengan histeris ia menjawab, “Tobat… tobat, tidak boleh jadi TKW lagi!”
Ia pun tidak merelakan cucunya menjadi TKW. “Dia juga juga tidak boleh, lebih baik jadi tukang cuci!” ujarnya berkaca-kaca sambil menoleh kepada anak Sugiati yang kini duduk di kelas 6 SD itu.
Rencananya usai aksi ini Warni akan dibawa Migrant Care ke Kementrian Luar Negeri. Menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Sugiarti adalah salah satu dari 17 buruh migran yang hilang kontak pada tahun 2010 ini.
Pada tahun yang sama Migrant Care pun mencatat ada sekitar 45.845 kasus yang menimpa buruh migran Indonesia di luar negeri yang dapat dikelompokkan ke dalam 16 jenis masalah. Beberapa jenis di antaranya adalah: meninggal dunia (908 kasus); PHK sepihak dan tidak digaji (8080 kasus); deportasi dari Malaysia (22.745 kasus); penganiyayaan (1187 kasus) dan pelecehan seksual (874 kasus).
Menurut Anis, hal ini dapat terjadi dengan korban sebanyak itu karena pemerintah hanya menjadikan warganya sebagai komoditas devisa sehingga mengabaikan perlindungan terhadap buruh migran. Maka Migrant Care menolak kebijakan HP untuk buruh migran. “Buruh migran membutuhkan perlindungan hukum, bukan sekedar hp!” tegasnya.[] Joko Prasetyo/mediaumat.com
sedih baca yg ginian :(...
BalasHapuswahai para penguasa jangan kau berkelit dengan menjual harga diri bangsa, angkat martabat bangsa dengan menghentikan ekspor manusia pekerja ke luar negri dan kmbali sinergiskan sdm dan sda yang msh luas..sda kita dieksplorasi asing, sedang ...sdm kita dieksploitasi pula didalam dan diluar..wahai bangsa yg bermartabat mari jadilah tuan ditanah sndiri bukan jadi budak didalam dan diluar..
BalasHapuswhai para wanita, mdh2han kt smua jgn jd tkw..khdpn tdk normal dn mnylhi kodrtnya bg seorang wnta yg mningglkan kluarga. dn sandingan pahlwan buat tkw hny alibi, sjatiny mrk diperas ats nm devisa dn dibalik itu pula hak2 mrk diabaikn..sungguh mmalukan ngra yg seolah tak brmrtabat ini, mngjak rkyat mnjual hrgdiri dg mnj...d babu, disiksa ditrlntrkan di negri org,TKW hny mnjdi tumbal dr kapitalisme sbuah ngara