Minggu, 13 Februari 2011

bayi bukan anak sapi!!

Ramainya media  membicarakan susuformula yang mengandung bakteri Enterobacteri sakazakii. Ada yang tak peduli banyak juga yang peduli.  Bagi ibu yang mencintai buah hatinya tentu kabar ini sangat mengejutkan, mereka khawatir akan dampak dari bakteri ini jika dikonsumsi buah hatinya. Enterobacteri sakazakii sangat membahayakan kesehatan karena dalam tempo 8 tahun, anak-anak yang mengkonsumsi susu formula yang mengandung bakteri ini bisa mengidap penyakit radang otak.

Jika kita hitung apabila ada satu juta bayi di Indonesia yang telah mengkonsumsi susu formula untuk bayi produksi tahun 2003-2006, maka di tahun 2011-2014 akan ada ledakan anak-anak yang menderita radang otak di Indonesia. Penyakit ini bisa mengakibatkan kemunduran behavior atau rawan gangguan perilaku para penderitanya.

Di balik itu semua, sebenarnya kita masih beruntung karena ada orang yang mau mengingatkan adanya bahaya susu bayi berbakteri yang beredar di tanah air. Berkat penelitian Dr Sri Estuningsih pada 2008 itulah terungkap bahwa terdapat 21 merek susu di pasaran yang sebaiknya tidak dikonsumsi oleh bayi. Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB) ini menemukan adanya Enterobacteri sakazakii di dalam 21 merek susu yang biasa dikonsumi anak-anak di Indonesia.

Tahun penelitian yang dilakukan peneliti IPB itu sama persis dengan tragedi susu beracun di Cina yang menewaskan anak-anak di negeri Tirai Bambu tahun 2008. Namun ada perbedaan yang sangat mencolok dalam penanganan susu bermasalah bagi anak-anak di dua negara, Indonesia dan Cina.

Di negeri Cina, begitu ditemukan susu beracun yang mengandung melamin hingga 500 kali melebihi batas yang diizinkan, pemerintahnya langsung melakukan langkah tegas dan penting. Mereka menyita 38 ton susu bubuk beracun. Langkah ini dilakukan karena setidaknya enam anak dilaporkan tewas dan sekitar 30.000 anak jatuh sakit di Cina.

Sebaliknya, penanganan oleh pemerintah Indonesia terkesan misterius dan tertutup. Hasil penelitian yang dilakukan Dr Sri Estuningsih justru disanggah pihak-pihak yang membidangi soal kesehatan masyarakat di Indonesia. Keanehan kembali muncul karena Badan Pemantau Obat dan Makanan (BPOM) justru melakukan penelitian di tahun 2008 dan menyatakan tidak ditemukan adanya susu yang mengandung bakteri. Padahal seharusnya penelitian yang mereka lakukan terhadap produk susu produksi tahun 2003-2006.

Bahkan jika saja Mahkamah Agung (MA) RI tidak memenangkan gugatan warga bernama David Tobing kepada Menteri Kesehatan RI untuk mengumumkan susu formula produksi 2003-2006, Menkes RI dr Endang Rahayu Sedyaningsih tidak kalang kabut dibuatnya.

Dalam pernyataan terbarunya, Kamis (10/2), Menkes akhirnya mengakui ada bakteri di dalam kandungan susu bayi yang beredar di masyarakat. Namun bakteri tersebut bisa mati jika para orang tua tahu cara memberikan susu yang baik dan benar. Seperti dianjurkan menggunakan air yang dimasak hingga mendidih. Biarkan air selama 10-15 menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70 derajat celcius.

Terlepas dari penjelasan positif Menkes dr Endang Rahayu Sedyaningsih, kita tetap perlu kritis. Pertama, Menkes tidak secara jelas mengklarifikasi 21 merek susu yang mengandung bakteri yang beredar di pasaran. Kedua, kita khawatir pemerintah canggung untuk mengumumkan  merek-merek susu bermasalah karena memiliki keterkaitan dengan investasi pabrik-pabrik susu yang sebagian besar merupakan investor asing.

Terakhir, sebagai saran kepada orang tua, alangkah baiknya jika bayi-bayi kita diberi air susu ibu (ASI). ASI jelas-jelas merupakan anugerah dari Allah SWT dan terbebas dari zat-zat kimia yang bisa membahayakan kesehatan bayi, penyajiannya pun tidak serepot susu formula. Hal ini perlu dilakukan agar anak-anak kita tidak disebut sebagai anak sapi karena sebagian besar kandungan susu formula untuk bayi berbahan utama susu dari sapi.

4 komentar:

  1. Pengecut semuaaaaaa....kayaknya pemerintah pingin generasi penerus bangsa kita tetap dijajah psikisnya..lama2 bisa musnah generasi Indonesia..Naudzubillah.....Semoga Allah membuka hati dan fikiran pihak-pihak yang sedang tertutup hatinya...*ikut esmosi denger beritanya*

    BalasHapus
  2. ya, rasanya memang penting untuk membuka 21 merek susu itu, walaupun itu susu produksi tahun 2003-2006. Agar para orangtua yang memberikan susu dengan merk tersebut bisa melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap bayi-bayi mereka. Karena bisa saja dampaknya belum terlihat sekarang, bisa saja tahun 2014 nanti. Karena seperti yang fath bilang "karena dalam tempo 8 tahun, anak-anak yang mengkonsumsi susu formula yang mengandung bakteri ini bisa mengidap penyakit radang otak"

    BalasHapus
  3. saya bingung dengan pemerintah kita kenapa tidak dipublish saja susu yang bermerk formula itu, lebih cepat kan lebih baik. meresahkan saja masyarakat

    BalasHapus
  4. just want to share my opinion...

    mengenai kasus susu formula...
    Pemerintah tidak dapat mempublish merk susu formula tersebut dikarenakan penelitian bukan dilakukan oleh instansi pemerintah. Sedangkan IPB mengambil kebijakan tidak mempublish merk dilandaskan pada etika penelitian. Namun jika dilihat lebih jelas mengenai codex alimenatarius yang mengatur tentang syarat mutu pangan, memang tidak terdapat aturan mengenai "bebas dari E, sakazaki" untuk produk susu formula pada saat itu.
    justru yang harus dilakukan oleh pemerintah sudah cukup bijak dengan melakukan sosialisasi penggunaan ASI dan "tata cara menghidangkan susu formula"..
    Hal ini juga menjadi bahan pelajaran bagi kita untuk lebih concern terhadap keamanan pangan. Ingat selama ini masyarakat kita kurang peduli terhadap keamanan pangan. Konsep pangan ASUH (aman, sehat, utuh, dan halal) untuk produk asal hewan belum diterapkan dengan baik.
    Pemerintah, masyarakat, dan semua elemen harus saling mendukung agar bangsa kita dapat sejahtera melalui produk pangan aman..

    BalasHapus

bagaimana menurutmu?