Thursday, 03 February 2011 03:41
Oleh Abu Ubaidah
Saya bertanya pada diri sendiri bagaimana cara terbaik untuk memulai laporan saksi mata ini pada peristiwa hari Jumat tanggal 28 Januari di Kairo. Tapi yang lebih penting akan kata-kata saya akan bersikap adil terhadap peristiwa pada hari yang bersejarah itu?
Anda lihat bahwa hari Jumat akan tetap bersama dengan saya untuk beberapa waktu ke depan, mungkin selama saya hidup. Ini bukan hanya karena kenangan berharga, melainkan menjadi pengingat, sumber harapan bahwa saya akan menarik kekuatan dalam keraguan saya atau ketika keraguan atau keputusasaan menunjukkan wajah buruknya. Dan meskipun ada banyak peristiwa dalam sejarah kita baik sekarang maupun masa lalu yang memberikan kenyamanan dan inspirasi yang sama, peristiwa yang satu ini khususnya akan bergaung paling keras, mungkin karena itu adalah tempat dimana mereka mengatakan 'tidak dapat dilakukan', atau mungkin karena sifat musuh, atau mungkin hanya karena fakta bahwa karena alasan yang satu ini, maka saya ada di sana.
Pada hari Kamis tanggal 27 Januari, saya bertemu dengan beberapa teman dekat di sebuah kedai kopi lokal untuk membahas kejadian yang sedang berlangsung di Mesir dan rencana logistik kami untuk demonstrasi pada hari Jumat, yang sudah dijuluki sebagai Jummat Al Shuhada'a. Kami tahu bahwa demonstrasi yang satu ini akan menjadi besar, kami tahu bahwa tidak ikut dalam demonstrasi bukanlah sebuah pilihan, dan kami tahu bahwa untuk demonstrasi ini pasukan keamanan menyerang habis-habisan. Kami semua yang berada dalam jaringan yang terpilih mengalami masalah ponsel dan pelayanan Blackberry, dan ketika berita itu sampai kepada kami pada jam dua belas tengah malam pada hari Kamis semua jaringan telepon selular, telepon tetap dan layanan internet akan berhenti berfungsi di Mesir, kami tahu bahwa Jummat Al Shuhada'a bukan hanya nama melainkan gambaran hari yang akan datang.
Kami tidak tahu kemana kami akan pergi, kami sepakat untuk bertemu jam 9 pagi pada hari Jumat pagi dan menuju ke salah satu masjid utama untuk shalat Jumat.
Pada pagi hari Jumat Al Shuhada'a kami memutuskan untuk shalat di Muhandiseen, wilayah pinggiran di Kairo yang populer di masjid yang tak satu pun dari kami pernah mengunjunginnya dan kami tidak tahu bagaimana sampai kesitu. Namun itu adalah sebuah masjid yang terkenal, kami diberitahu bahwa tempat itu ada di sebelah Lapangan Revolusi, apa yang harus saya katakan lagi? Kami menuju ke Lapangan Revolusi.
Kami tiba di sana awal dan memutuskan untuk mengambil segelas kopi, "bagaimana kalau kita sarapan? Mungkin ini yang terakhir ", lelucon salah satu diantara kami. Kedai kopi itu penuh dengan kaum muda Mesir dari seluruh lapisan masyarakat. Suasananya santai dan bersemangat. Ada yang membawa kamera, tas yang lain terlihat penuh dengan apa yang tampaknya seperti botol cuka dan cola bersoda yang dibeli dari warung-warung disana; tidak ada keraguan bahwa mereka adalah kaum muda Mesir, yang sejak lahirnya telah hidup di bawah rezim Mubarak dan mereka ada di sini agar suara mereka terdengar. Mereka adalah teman sesama demonstran dan pada hari lain tidak ada yang sama pada kita kesuali usia, tetapi hari ini ceritanya berbeda. Saat orang-orang mulai memberikan tips dan saran, alasan membawa cuka dan cola bersoda menjadi masuk akal; ternyata itu adalah untuk menetralisir gas air mata; cuka untuk disiram pada syal Anda untuk menetralkan gas air mata saat menghirup asap, dan cola untuk mencuci mata dan wajah anda dari toksin. Lihat, tidak ada topeng gas yang dapat Anda beli dari took-toko perlengkapan tentara di sini seperti yang ada di Barat, di sini hal adalah cerita lama.
Ketika waktu shalat Jummat hampir tiba kami mulai berjalan ke masjid, dan aparat keamanan sudah mengambil posisi mengelilingi masjid. Ada suasana ketegangan; berat dan sombong. Polisi berpakaian anti huru hara dan mobil anti huru hara dan mobil pemadam kebakaran mengambil posisi strategis untuk satu-satunya tujuan: pengepungan.
Kami mengambil posisi duduk di jalan karena masjid penuh sesak. Dan di sekitar kita hanyalah lautan hitam - seragam hitam, tongkat hitam dan sepatu bot hitam. Hal ini tiba-tiba menjadi nyata. Saya tidak tahu apa yang saya harapkan pada hari itu, hal itu menjadi berbeda ketika Anda menontonnya di layar televisi, itu karena anda jauh beberapa mil dari tempat kejadian. Kalau saya bilang tidak khawatir, itu bohong. Terus terang, saya kira bahwa saya akan menerima pukulan terhadap hidup saya. Saya berpikir mereka akan mengubur kami di masjid ini.
Sebelum khotbah, Imam memulai dengan lelucon "sebelum saya mulai khutbah meminta kalian semua untuk me-nonaktifkan ponsel anda", semua orang tertawa, bahkan polisi tidak dapat menahan tawa. Lihatlah pemerintah mematikan semua ponsel kami sejak semalam sebelumnya. sebelumnya. Itu adalah awal yang baik, cukup baik syeikh. Kemudian dia memulai khotbahnya dengan sungguh-sungguh. Saya akui awalnya saya takut, saya mengharapkan tindakan yang sama seperti yang keluar dari Azhari TV Channel, yang mengutuk demonstrasi dan menuduh para pemrotes menghancurkan negara dan menyebut sebagian mereka sebagai agen. Ini adalah sikap resmi pemerintah yang memberikan sanksi bagi lembaga-lembaga agama, tetapi orang-orang tidak sedang menggiring bola, mereka menunjukkan diri mereka sebagai agen rezim - 'sarjana untuk mendapatkan dolar' seperti yang mereka katakan pada hari ini.
Tetapi ketika Imam melanjutkan khotbah, itu adalah seperti menghirup udara segar, dia berbicara tentang kehidupan di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan berikutnya, dia berbicara tentang keadilan dan kebenaran, dia berbicara tentang berapa lama rakyat harus menderita, dan yang paling penting dia berbicara bahwa hari ini dia berdiri dengan para pemuda. Orang-orang bersorak dan bertepuk tangan saat dia mendorong semangat mereka dengan ayat-ayat dan dan hadis-hadis. Dia berkata bahwa tetap ada sebagian diantara kamu yang akan mencoba membahayakan usaha-usaha yang kamu lakukan dengan kekerasan, mereka ingin Anda dianggap sebagai preman, mereka ingin Anda tampak tidak terkendali dan melakukan kekerasan sehingga aparat keamanan dapat membenarkan kekerasan yang dilakukan kepada Anda tetapi saya tahu bahwa Engkaulah Allah yang menjadikan orang-orang takut dan orang-orang yang damai yang mencintai negeri anda dan telah cukup ditindas dan diperlakukan tidak adil. Anda bukanlah preman dan Anda bukanlah pelaku kriminal dan Anda berhak untuk menuntut keadilan dan Allah bersama dengan Anda.
Kami mengangkat tangan kami untuk berdoa, kami berdoa dan segera setelahnya bersiap untuk sholat. Para demonstran termobilisir.
Mereka meneriakkan " Al Sha'ab u'reed isghat al nizam (orang-orang yang menuntut diakhirinya rezim) "
Mereka meneriakkan "Bar'ra (keluar)", "Imshy (pergi)",''Haramy (pencuri) "dengan merujuk pada Mubarak.
Mereka meneriakkan "Kifayah, Haram (Cukuplah Pelanggaran)" dengan merujuk 30 tahun kekuasaan despotik Mubarak.
Mereka memanggil saudara-saudara mereka untuk bergabung dengan mereka, mereka meminta tentara untuk bergabung, mereka berteriak "ya Rab", semua ini dilakukan dalam menghadapi aparat keamanan yang tidak bisa berbuat apapun kecuali hanya menonton. Ada kelompok muda, tua, ada, anak-anak, aku bahkan melihat seorang wanita berjalan dengan tongkat dan seorang pria dengan kursi roda, ada banyak orang dari semua lapisan masyarakat, selebriti, pengusaha kelas menengah-atas dan kaum miskin bersatu untuk satu tujuan: Mubarak harus pergi. Jika ada orang yang takut, ketakutan akan lenyap di telan udara ketika yel-yel mengguntur di seluruh alun-alun kota. Polisi menjadi tidak penting, pentungan polisi tampak seperti sedotan dan rintangan polisi seperti menjadi sarang laba-laba yang tipis tang terdorong ke samping oleh suara auman orang banyak. Jumlah kami mulai bertambah karena lebih banyak orang dan lebih banyak ketika kami terdorong oleh barikade untuk bergabung dengan barisan kami saat kami mendorong melewati barikade untuk melakukan long march ke arah Tahrir Square. Ini adalah demonstrasi yang tertib dan damai yang terjadi karena keinginan bagi keadilan, diikuti oleh rasa sakit para demonstran. Ini hanyalah puncak dari 30 tahun guncangan, teror dan penindasan yang telah mendorong bangsa ini ke jurang keputusasaan, tapi berhasil selamat, dan telah terbangun dan sekarang menuntut pembalasan.
Kami berbaris dalam jumlah ribuan, kami meneriakkan yel-yel, kami menjadikan kota Kairo terhenti dengan berjalan ke arah jembatan pertama setelah satu jam berjalan dengan damai dan tertib (kami harus menyeberangi dua jembatan untuk sampai ke Tahrir Square). Sepanjang perjalanan saya berpikir inilah saatnya, polisi hanya menonton, mereka tidak bisa menangani jumlah demonstran yang besar. Saya hanya tahu sedikit bahwa mereka memiliki sesuatu yang direncanakan; mereka sedang menunggu kami di semua jembatan yang mengarah ke Tahrir Square, di mana mereka secara efektif dapat mengendalikan dan mengepung kita di ujung penyempitan jalan.
Segera setelah jembatan pertama terlihat kita melihat gas air mata buatan AS melesat ke udara, udara penuh dengan asap tebal, orang-orang yang berada di garis depan berlari kembali melalui kerumunan, sebagian orang tidak dapat bernapas dan yang lain terbatuk-batuk, sebagian mengeluh mereka tidak bisa melihat dan orang-orang mulai memperhatikan mereka dan mengucapkan selamat atas keberanian mereka. Dan ketika mereka telah pulih yang lainnya segera mengambil tempat mereka, mendorong maju dan seterusnya. Bahkan sebagian polisi menanggalkan seragam mereka dan bergabung dengan para demonstran, orang-orang bersorak dan bertakbir.
Tidak ada yang bisa menghentikan orang-orang itu, kami harus ke Tahrir Square, kami harus sampai di jembatan pertama. Jadi kita bisa menghindari dari gas air mata dan mendorong maju. itu. Setelah sekitar satu jam mendorong maju, orang-orang bisa mengusai tiga kendaraan anti huru-hara lapis baja dan dua kendaraan yang ditempatkan di jembatan. Sejauh ini pasukan keamanan hanya menggunakan gas air mata dan kanon air dan mobil anti huru-hara sesekali mencoba untuk berjalan diantara kerumunan, suatu pengalaman yang saya tidak bisa lupakan saat aku mendapati diriku merupakan sasaran. Sungguh menakjubkan apa yang kita temukan tentang diri kita pada saat-saat bahaya besar seperti ini. Saya memperkirakan bahwa ketika terdesak aku bisa berlari melebihi kecepatan mobil anti huru-hara itu.
Kami terus mendorong maju di jembatan dan menemukan ada 20 atau 30 polisi anti huru hara yang telah mundur (yakni yang meninggalkan mobil huru-hara lapis baja ketika kami menyerangnya). Sebagian demonstran melampiaskan kemarahan kepada mereka, yang lainnya melindungi mereka dengan mengatakan "mereka adalah orang kami, kami lebih kenal mereka" dan kerumunan itupun meninggalkan mereka sendirian. Ini adalah sifat protes kita, meskipun kita merasa sakit dan marah kami masih punya rasa kemanusiaan dan teringat saudara-saudara kita meskipun mereka lupa akan kami.
Setelah kita sampai pada jembatan pertama, kami terus melanjutkan berjalan satu mil lagi dan berbaris dengan damai sampai kami tiba di alun-alun sebelum sampai pada rintangan terakhir, jembatan kedua, titik masuk kami ke Tahrir Square (Lapangan Pembebasan).
Berikut peristiwa-peristiwa berubah menjadi buruk dan kami menghadapi polisi keamanan yang bersiaga penuh; pentungan, gas air mata, meriam air, peluru karet, dan peluru tajam dari para penembak jitu yang ditempatkan di atap-atap bangunan.
Orang-orang mulai berkumpul di sekitar saya, dan jeritan panggilan memeinta pertolongan dokter mulai bergema di udara. Saya dan salah seorang saudara saya berlari untuk membantu. Orang yang tergeletak di lantai ini memiliki lima lubang di dadanya. Dia menjerit kesakitan, antara sadar dan tidak sadar, denyut nadinya menunjukkan dia kemudian pingsan dan tidak tampak bahwa ia akan bertahan. Temannya mulai menjerit memanggil ambulans dan orang-orang itu membentuk lingkaran di sekitar kami untuk melindungi kami dari peluru karet dan aparat keamanan. Ironisnya adalah bahwa yang pertama yang kami tolong adalah seorang sersan polisi yang awalnya datang dengan mobil polisi. Kami tidak tahu harus berbuat apa, menyerahkan orang ini kepada orang yang sama yang menembak dia atau membiarkan dia mati dalam pelukan kami.
Kami memutuskan untuk meletakkan dia di mobil polisi tetapi sebagian demonstran tidak akan mengizinkan kita melakukannya. Itu adalah perasaan permusuhan bagi aparat keamanan yang tidak bisa dipercaya. Laporan-laporan atas orang-orang yang hilang dan terluka ada dimana-mana: orang-orang yang luka yang tidak pernah bisa sampai ke rumah sakit, atau orang-orang yang mati saat datang ke rumah sakit meskipun hanya luka-luka ringan, dan orang-orang yang mati karena luka-luka mereka. Namun apa yang bisa kami lakukan, kami hanya bisa berharap bahwa perwira ini adalah layak ditolong dan takut akan Tuhan, tapi kerumunan orang masih tidak akan membiarkan kita melakukannya. Lalu aku melihat sebuah ambulan bergegas masuk ke dalam alun-alun, jadi saya melepaskan orang itu dan mengejarnya karena ada lima orang dari kami yang menahannya. Saya sampai kepada ambulans itu, tapi sopirnya tidak mau menunggu, dia hanya meletakkan korban luka tembak itu di kursi bagian belakang, tidak ada ruang untuk yang lainnya, aku memohon kepadanya dengan menjempitkan lengan saya di pintu mobil sehingga dia tidak bisa menutup pintu. Yang lainnya bergabung dengan demontrasi yang kami lakukan sehingga kru ambulans hingga yang lain berhasil membawa korban pertama itu melalui kerumunan orang, tetapi ia tetap menolak. Teman dari korban pertama itu yang sekarang membawa dia sendiri mulai menangis dan berteriak dan berteriak hai moot, hai moot (dia akan mati, dia akan mati)" dan menopang temannya dengan satu lutut sambal tangan kanannya menampar pengemudi ambulans. Ini adalah adegan yang tidak bisa dilupakan. Akhirnya mereka mengakui dan meletakannya di lantai ambulans dan mulai menyadarkannya dengan menggoyang-goyangkan kepalanya dan mengatakan bahwa dia sudah meninggal. Mereka pergi. Saya tidak pernah menanyakan namanya, seandainya saya tanyakan, dan dia adalah korban lain yang tidak bersalah dari rezim Mubarak, salah satu dari banyak korban lain untuk mengatakan betapa beraninnya dia.
Tidak lama setelah ambulans pergi, satu meter dari tempat yang lama ada tubuh lain di lantai kali ini dengan lubang peluru di punggungnya, kami meninggalkan dia di tengah orang banyak yang mengelilinginya, kemarahan mulai menggerakkan kita untuk maju. Pada titik itu, kita yakin bahwa hidupnya di tangan Allah, konsep ajal mengatakan kepada Anda bahwa ada begitu banyak variabel sehingga Anda tidak dapat melakukan apa-apa kecuali hanya berfokus pada tugas yang dikerjakan, dan kami melakukannya. Kami mendorong dan mendorong sampai kita menguasai jembatan itu. Setiap beberapa menit, empat pengunjuk rasa akan berjalan dengan arah berlawanan kembali ke arah yang berlawanan membawa orang terluka dan orang-orang berseru "Batl (Pahlawan)". Lalu kami mendengar suara Azan Asr dan ketika azan sholat mulai bersahut-sahutan segala sesuatu berhenti dan kami mulai sholat dengan dijama' di jembatan dengan terbagi menjadi tiga kelompok shalat jamaah. kami selesai kami mengangkat tangan kami berdoa, dan kami berdoa untuk kemenangan bagi akhir tirani dan penindasan, semoga Allah meneguhkan kami dan tegas dan sebagian kami berdoa untuk kedatangan 'Kaum Ansar' untuk membantu kami seperti yang mereka lakukan pada Nabi kita tercinta Muhammad SAW
Segera setelah kami selesai shalat pasukan keamanan menyerang dari segala arah, mereka bahkan menyerang kita dari perahu polisi yang ada di sungai di bawah jembatan ini, mendorong kami kebelakang sampai mereka merebut kembali jembatan. Mereka memecah kekompok kami, mengejar dari arah yang berbeda, kami kehilangan pegangan dan kekuatan karena kami hilang, protes damai itu hancur menjadi tindak kekerasan, dan sebagian demonstran melemparkan batu ke arah kerumunan secara serampangan dengan harapan bisa memukul mundur pasukan keamanan, yang seringkali melukai sesame mereka sendiri.
Mereka terus menyerang, setelah tujuh jam konfrontasi menjadi prosedur biasa. Begitu banyak yang telah dilemparkan kepada kami sampai seorang bisa mengenali keadaan, seperti misalnya anda tahu persis berapa banyak langkah yang perlu Anda ambil untuk menghindari akibat gas air mata, atau jika proyektil terbang melalui udara dan akan mempengaruhi Anda berdasarkan pada perhitungan cepat dengan melihat ketinggian dan kecepatannya, atau berapa detik yang Anda miliki ketika sebuah tabung jatuh di atas kaki anda untuk menghindari efek gas air mata. Semuanya menjadi prosedur biasa.
Akhirnya kami terdorong kembali ke jembatan pertama dan serangan oleh pasukan keamanan begitu sering dan kuat sehingga mereka menciptakan kepanikan dan kami terpecah dalam beberapa bagian ketika sebagian demonstran ditekan kea rah jalan yang berbeda. Saya telah kehilangan salah satu saudara saya yang datang bersama saya pada dengan serangan terbaru itu, saya hanya bisa berdoa bahwa dia aman dan sekarang mendorong ke depan kea rah yang berbeda. Saya mencari-cari dia dan khawatir atas keamanannya karena ibunya sedang menunggunya di rumah saya. Kami harus menemukannya.
Kami mencarinya selama hampir dua jam, tapi masih tidak bisa menemukannya sampai akhirnya kami berharap bahwa ia berhasil kembali ke rumah dan kami memutuskan untuk pergi ke sana untuk melihat apakah dia sudah kembali atau tidak karena sepertinya sesuatu tampak terhenti. Satu-satunya harapan kami adalah bahwa masih ada dorongan kuat di untuk bisa masuk ke dalam Tahrir Square oleh kelompok demonstran yang lain. Ketika kami kembali ke rumah tidak ada tanda dari dia, kami meyakinkan ibunya bahwa dia selamat dan insya Allah akan menemukan jalan kembali. Dua jam kemudian saudara kami itu kembali, dengan aman dan dalam keadaan tidak kurang, gembira dan memberitahu bahwa kami mengambil alih Tahrir Square, saat kami mencari dia, puluhan ribu demonstran berbaris sepanjang jalan dari Giza dekat Piramida, yang lebih dari satu jam perjalanan untuk bergabung dengan kelompok demonstran di jembatan. Dia mengatakan kepada kami bahwa ia akan menuju ke titik pertemuan ketika lautan pemrotes bergegas ke arah jembatan dengan berteriak "kami berjalan sepanjang kaki dari Giza dan kami tidak akan pulang sampai Mubarak pergi. KE TAHRIR SQUARE!." Dan sebagian lain yang mereka katakana adalah sejarah.
Jummat Al Shuhada'a akan tercatat sebagai sejarah. Itu adalah hari di mana rasa hormat saya untuk saudara-saudara saya menjadi kuat terpatri dalam hatiku. Saya terinspirasi oleh keberanian mereka, dan tergerak oleh tekad mereka. Ini adalah hari di mana Firaun tertantang dan ingin ditemukan, itu adalah hari dimana massa mengatakan kepada dunia bahwa kami tidak takut mati dalam perjuangan untuk keadilan. Saya telah mencoba dengan sungguh-sungguh untuk menyampaikan apa yang saya lihat di hari yang tak terlupakan itu, tapi saya tahu bahwa kata-kata saya tidak dapat mengatakannya dengan adil dan benar, kata-kata itu tidak akan mampu menyampaikan aroma kemenangan di udara atau suara hati yang berdebar karena kegembiraan dan kebanggaan, saya dapat menceritakannya kepada Anda tentang air mata tetapi Anda perlu melihat mereka sebagai orang asing yang saling berpelukan seolah-olah mereka adalah saudara yang sudah lama hilang, saya dapat memberitahu Anda tentang harapan dan keyakinan yang saya lihat di wajah-wajah mereka tetapi Anda perlu menatap mata mereka dan melihat kilauan mata mereka dengan mata kepala sendiri. Tidak ada kata-kata yang akan pernah melakukan keadilan untuk hari itu. Saya berdoa bahwa ini bukanlah hal yang sia-sia sia dan rezim penindas yang ada mengambil pelajaran dan tahu bahwa waktu mereka akan segera berakhir, tetapi yang lebih penting saya berdoa bahwa semoga akan ada perubahan yang benar dan bahwa momentum itu terus ada dan kami bersatu dan hidup di bawah keadilan yang sejati, Keadilan Allah, Sistem Allah, Naungan Allah SWT.
Saudaramu Abu Ubaydah
JUMMAT AL SHUHADA'A
Jumat 28 January 2011
Wejangan Pernikahan
4 bulan yang lalu
@_@
BalasHapus