Minggu, 15 Juli 2012

Pertumbuhan dan Perkembangan Moral


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah “Pertumbuhan dan Perkembangan Moral Peserta Didik dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan perkembangan Moral?
 2.      Bagaimana proses pembentukan perilaku  moral dan sikap anak?
 3.      Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan moral remaja?
 4.      Bagaimana Upaya  Optimalisasi Perkembangan Moral remaja?
 C. Tujuan
Penulis memiliki beberapa tujuan terkait dengan pembuatan makalah ini yaitu diantaranya :
1.      Mengetahui pertumbuhan dan perkembangan moral.
 2.      Mengetahui bagaimana proses pembentukan  perilaku moral dan sikap  anak.
 3.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral remaja.
 4.      Mengetahui upaya optimalisasi perkembangan moral remaja.
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.             Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,        memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu :
a.       Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b.      Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
c.       Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d.      Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
e.       Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi .
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1.      Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2.      Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3.      Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah salah satu topik tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau “salahnya” sesuatu.
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari perbuatan-perbuatannya.
 2.             Proses Pembentukan Perilaku Moral dan Sikap Remaja
Berikut ini beberapa proses pembentukan prilaku moral dan sikap anak.
1)      Imitasi
Imitasi berarti peniruan sikap, cara pandang, serta tingkah laku orang lain yang dilakukan dengan sengaja oleh anak.
Pada umumnya anak mulai mengadakan imitasi sejak usia 3 tahun, yaitu meniru perilaku orang lain yang ada disekitarnya. pada umumnya anak suka menirukan segala sesuatu yang dilakukan orang tuanya. Misalnya apabila anak melihat ayahnya yang sedang marah terhadap kakaknya dengan cara memukulnya maka anak akan menirukan perbuatan ayahnya dengan memukul juga.  
2)      Internalisasi
Internalisasi adalah suatu proses yang merasuk pada diri seseorang (anak) karena pengaruh sosial yang paling mendalam dan paling Langgeng dalam kehidupan orang tersebut. Suatu nilai, norma atau sikap semacam itu selalu dianggap benar. Misalnya seorang anak yang menilai bahwa memakai kerudung itu baok dan benar, maka anak akan melakukannya terus sekalipun kadang-kadang mendapat cemoohan dari orang atau anak lain. Dalam internalisasi faktor yang paling penting adalah adanya keyakinan dan kepercayaan pada diri individu atau anak terhadap pandangan atau nilai tertentu dari orang lain, orang tua, kakak atau kelompok lain dalam pergaulan sehari-hari.  
3)      Introvert dan ekstrovert
Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya, minat, sikap atau keputusan-keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada perasaan, pemikiran dan pengalamannya sendiri.Orang-orang yang berkecenderungan introvert biasanya bersifat pendiam dan kurang bergaul bahkan seakan-akan tidak memerlukan bantuan orang lain karena kebutuhannya dapat dipenuhi sendiri.
Sebaliknya  Ekstrovert  adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian keluar dari dirinya, sehingga segala minat, sikap dan keputusan-keputusan yang diambil lebih banyak ditentukan oleh orang lain. Orang yang memiliki kecenderungan Ekstrovert ini biasanya mudah bergaul, ramah, aktif, serta banyak teman.
Menurut para pakar psikologi menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang haruslah memiliki kedua tipe tersebut sehingga kebutuhan privasi dan refleleksi diri, kedua-duanya dapat dipuaskan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.

4)      Kemandirian
Kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain Baik dalam bentuk material maupun moral. Sedangkan pada anak mandiri sering kali dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan kekuatan sendiri  tanpa bantuan orang dewasa misalnya mandi, makan, waktu sekolah tanpa diantar. Pada umumnya kemandirian tidak hanya dikaitkan dengan tindakan yang bersifat fisik akan tetapi juga bertalian dengan sikap psikologis misalnya anak telah mampu mengambil suatu keputusan berdasarkan daya pikirnya sendiridan bertanggung jawab atas keputusannya  tersebut. Dasar kemandirian adalah adanya rasa percaya diri seseorang untu menghadapi sesuatu dalam kehidupan sehari-hari.
5)      Ketergantungan
Anak-anak usia 6-12 tahun kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada orang lain, akan tetapi dengan seiringnya waktu dan bertambahnya usia ketergantungan itu akan semakin berkurang, kecuali pada anak yang mengalami hambatan fisik atau mental.
Ketergantungan atau overdevendency ditandai dengan prilaku anak yang bersifat “kekanak-kanakan”  misalnya untuk mengerjakan sesuatu atau untuk memenuhi kebutuhannya selalu mengandalkan atau minta bantuan orang lain, dan biasanya anak yang seperti ini merasa rendah diri, inferior karena tidak bersikap mandiri dan selalu tergantung pada orang alin.
6)      Bakat
Bakat atau aptitude merupakan potensi dalam diri seseorang yang dengan adanya rangsangan tertentu memungkinkan orang tersebut dapat mencapai kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan khusus yang sering kali melebihi orang lain.
Cara atau metode untuk mengembangkan bakat anak antara lain:
a.       Memperkaya anak dengan berbagai macam pengalaman
b.      Mendorong dan merangsang anak untuk mengembangkan semua minatnya.
c.       Memberikan ganjaran dan pujian.
d.      Mnyediakan sarana prasarana yang cukup agar bakat anak dapat diaktualisasikan.
Faktor utama yang dapat mempengaruhi tampilnya bakat anak.
a.       Faktor Motivasi
Faktor motivasi berhubungan erat dengan daya juang anak  untuk mencapai suatu sasaran tertentu. Apabila orang tuanya kurang memberikan motivasi kepada anaknya perkembangan bakat anak tidak dapat lancar.
b.      Faktor Nilai atau value
Faktor ini berkaitan dengan bagaimana seseorang memberikan arti terhadap hasil pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya.
c.       Konsep diri
Anak yang memiliki konsep diri yang positif selalu berusaha berinteraksi secara timba-balik. Anak yang memiliki konsep diri positif selalu merasa yakin atas sesuatu yang dikerjakannya.  
Perkembangan moral menurut Piaget terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama disebut “tahap realisme moral” atau “moralitas oleh pembatasan”  dan tahap kedua  disebut “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerjasama atau hubungan timbal balik”.
Pada tahap pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak mengikuti peraturan yang diberikan oleh mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya. 
Pada tahap kedua, anaka menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun atau lebuh. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan suatu pelanggaran moral.
 3.              Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model.
Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. Menurut psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego yang dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa, sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri.
Teori-teori lain yang non psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral.
Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, Banyak factor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu:  
 1)  Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2) Faktor seberapa banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal 
3) Faktor lingkungan memegang peranan penting. Diantara segala segala unsur lingkungan social yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu.
4) Faktor selanjutnya yang memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang
5)  Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.

4.             Upaya  Optimalisasi Perkembangan Moral
 Hurlock mengemukakan ada empat pokok utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam mengoptimalkan perkembangan moralnya, yaitu :
1)                  Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu yang dianggap “benar” atau “salah” karena tindakan itu menunjang, atau dianggap tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan anggota kelompok. Kebiasaan yang paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman tertentu bagi yang melanggarnya.
2)                  Pengambangan hati nuranni  sebagai kendali internal bagi perliaku individu. Hati nurani merupakan tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan agresif dengan hukum.
3)                  Pengembangan perasaan bersalah dan rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa dan digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis evaluasi diri, khusus terjadi bila seorang individu mengakui perilakunya berbeda dengan nilai moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaian negatif terhadap dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namun mengakibatkan rasa rendah diri terhadap kelompoknya. 
4)                  Mencontohkan, memberikan contoh berarti menjadi model perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moral anak.
5)                  Latihan dan Pembiasaan, menurut Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini akan mengajarkan moral yang positif bagi anak 
6)                  Kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan mengetahui perilaku yang disetujui secara social, maupun memiliki sumber motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati.
Interaksi sosial awal terjadi didalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain tentang apa yang dianggap benar dan salah oleh kelompok sosial tersebut. Disini anak memperoleh motivasi yanjg diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga.
Melalui interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral, tetap mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain mengevaluasi perilaku mereka. Karena pengaruh yang kuat dari kelompok sosial pada perkembangan moral anak, penting sekali jika kelompok sosial, tempat anak mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moral yang sesuai dengan kelompok sosial yang lebih besar dalam masyarakat. 

0 komentar:

Posting Komentar

bagaimana menurutmu?