BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu
tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang
diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong dan
diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Fase remaja
merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan
matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman mengemukakan,
bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap
orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan
diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Berdasarkan
latar belakang masalah, maka masalah “Pertumbuhan dan Perkembangan Moral
Peserta Didik dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan
dan perkembangan Moral?
2.
Bagaimana proses pembentukan
perilaku moral dan sikap anak?
3.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi
perkembangan moral remaja?
4.
Bagaimana Upaya Optimalisasi
Perkembangan Moral remaja?
C. Tujuan
Penulis memiliki beberapa tujuan terkait dengan pembuatan makalah ini
yaitu diantaranya :
1.
Mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan moral.
2.
Mengetahui
bagaimana proses pembentukan perilaku
moral dan sikap anak.
3.
Mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan moral remaja.
4.
Mengetahui
upaya optimalisasi perkembangan moral remaja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Pengertian Moral
Istilah
moral berasal dari kata Latin “mos” (Moris), yang berarti adat istiadat,
kebiasaan, peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas
merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1. Seruan untuk berbuat baik kepada
orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara
kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang
dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan
nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas
penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan
harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman
seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja
diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke
dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah
pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang
sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah
meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh
remaja yaitu :
a.
Pandangan moral individu semakin
lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
b.
Keyakinan moral lebih berpusat pada
apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan
moral yang dominan.
c.
Penilaian moral menjadi semakin
kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode
pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap
berbagai masalah moral yang dihadapinya.
d.
Penilaian moral menjadi kurang
egosentris.
e.
Penilaian moral secara psikologis
menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan
menimbulkan ketegangan psikologis.
Pada masa
remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut
tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu
mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan
mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia
dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan
mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.
Menurut
Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional
harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri
sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin
bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya
perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota
kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan
standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman
terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas
didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan
yang bersifat pribadi .
Ada tiga
tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1.
Mengganti konsep moral khusus dengan
konsep moral umum.
2.
Merumuskan konsep moral yang baru
dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3.
Melakukan pengendalian terhadap
perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah salah satu topik tertua yang
menarik minat mereka yang ingin tahu mengenai sifat dasar manusia. Kini
kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat
diterima dan yang tidak dapat di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan
cara-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat
diterima dan etis kepada remaja.
Perkembangan
moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan
nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya
dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral).
Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu,
melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara
dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang
boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.
Teori Psikoanalisis tentang
perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan
pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan
superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang
irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas
aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak
memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas
aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar
memperhitungkan “benar” atau “salahnya” sesuatu.
Hal penting
lain dari
teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan
tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap
perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap
dan bertanggung jawab dari perbuatan-perbuatannya.
2.
Proses
Pembentukan Perilaku Moral dan Sikap Remaja
Berikut ini beberapa proses
pembentukan prilaku moral dan sikap anak.
1) Imitasi
Imitasi
berarti peniruan sikap, cara pandang, serta tingkah laku orang lain yang
dilakukan dengan sengaja oleh anak.
Pada umumnya
anak mulai mengadakan imitasi sejak usia 3 tahun, yaitu meniru perilaku orang
lain yang ada disekitarnya. pada umumnya anak suka menirukan segala sesuatu
yang dilakukan orang tuanya. Misalnya apabila anak melihat ayahnya yang sedang
marah terhadap kakaknya dengan cara memukulnya maka anak akan menirukan
perbuatan ayahnya dengan memukul juga.
2) Internalisasi
Internalisasi adalah suatu proses yang merasuk pada
diri seseorang (anak) karena pengaruh sosial yang paling mendalam dan paling
Langgeng dalam kehidupan orang tersebut. Suatu nilai, norma atau sikap semacam
itu selalu dianggap benar. Misalnya seorang anak yang menilai bahwa memakai
kerudung itu baok dan benar, maka anak akan melakukannya terus sekalipun
kadang-kadang mendapat cemoohan dari orang atau anak lain. Dalam internalisasi
faktor yang paling penting adalah adanya keyakinan dan kepercayaan pada diri
individu atau anak terhadap pandangan atau nilai tertentu dari orang lain,
orang tua, kakak atau kelompok lain dalam pergaulan sehari-hari.
3) Introvert
dan ekstrovert
Introvert
adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya,
minat, sikap atau keputusan-keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada
perasaan, pemikiran dan pengalamannya sendiri.Orang-orang yang berkecenderungan
introvert biasanya bersifat pendiam dan kurang bergaul bahkan seakan-akan tidak
memerlukan bantuan orang lain karena kebutuhannya dapat dipenuhi sendiri.
Sebaliknya Ekstrovert
adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian keluar dari
dirinya, sehingga segala minat, sikap dan keputusan-keputusan yang diambil
lebih banyak ditentukan oleh orang lain. Orang yang memiliki kecenderungan
Ekstrovert ini biasanya mudah bergaul, ramah, aktif, serta banyak teman.
Menurut para
pakar psikologi menyatakan bahwa suatu kepribadian yang sehat atau seimbang
haruslah memiliki kedua tipe tersebut sehingga kebutuhan privasi dan refleleksi
diri, kedua-duanya dapat dipuaskan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.
4) Kemandirian
Kemandirian
adalah kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain Baik
dalam bentuk material maupun moral. Sedangkan pada anak mandiri sering kali
dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan
kekuatan sendiri tanpa bantuan orang
dewasa misalnya mandi, makan, waktu sekolah tanpa diantar. Pada umumnya
kemandirian tidak hanya dikaitkan dengan tindakan yang bersifat fisik akan
tetapi juga bertalian dengan sikap psikologis misalnya anak telah mampu
mengambil suatu keputusan berdasarkan daya pikirnya sendiridan bertanggung
jawab atas keputusannya tersebut. Dasar
kemandirian adalah adanya rasa percaya diri seseorang untu menghadapi sesuatu
dalam kehidupan sehari-hari.
5) Ketergantungan
Anak-anak
usia 6-12 tahun kebutuhan hidupnya sangat tergantung pada orang lain, akan
tetapi dengan seiringnya waktu dan bertambahnya usia ketergantungan itu akan
semakin berkurang, kecuali pada anak yang mengalami hambatan fisik atau mental.
Ketergantungan
atau overdevendency ditandai dengan prilaku anak yang bersifat
“kekanak-kanakan” misalnya untuk
mengerjakan sesuatu atau untuk memenuhi kebutuhannya selalu mengandalkan atau
minta bantuan orang lain, dan biasanya anak yang seperti ini merasa rendah
diri, inferior karena tidak bersikap mandiri dan selalu tergantung pada orang
alin.
6) Bakat
Bakat atau
aptitude merupakan potensi dalam diri seseorang yang dengan adanya rangsangan
tertentu memungkinkan orang tersebut dapat mencapai kecakapan, pengetahuan dan
ketrampilan khusus yang sering kali melebihi orang lain.
Cara atau
metode untuk mengembangkan bakat anak antara lain:
a. Memperkaya
anak dengan berbagai macam pengalaman
b. Mendorong
dan merangsang anak untuk mengembangkan semua minatnya.
c. Memberikan
ganjaran dan pujian.
d. Mnyediakan
sarana prasarana yang cukup agar bakat anak dapat diaktualisasikan.
Faktor utama yang dapat mempengaruhi tampilnya bakat
anak.
a. Faktor
Motivasi
Faktor
motivasi berhubungan erat dengan daya juang anak untuk mencapai suatu sasaran tertentu.
Apabila orang tuanya kurang memberikan motivasi kepada anaknya perkembangan
bakat anak tidak dapat lancar.
b. Faktor Nilai
atau value
Faktor ini
berkaitan dengan bagaimana seseorang memberikan arti terhadap hasil pekerjaan
yang sesuai dengan bakatnya.
c. Konsep diri
Anak yang
memiliki konsep diri yang positif selalu berusaha berinteraksi secara
timba-balik. Anak yang memiliki konsep diri positif selalu merasa yakin atas
sesuatu yang dikerjakannya.
Perkembangan
moral menurut Piaget terjadi dalam dua tahapan yang jelas. Tahap pertama
disebut “tahap realisme moral” atau “moralitas oleh pembatasan” dan tahap
kedua disebut “tahap moralitas otonomi” atau “moralitas oleh kerjasama
atau hubungan timbal balik”.
Pada tahap
pertama, perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan
tanpa penalaran atau penilaian. Mereka menganggap orang tua dan semua orang
dewasa yang berwenang sebagai maha kuasa dan anak mengikuti peraturan yang
diberikan oleh mereka tanpa mempertanyakan kebenarannya.
Pada tahap
kedua, anaka menilai perilaku atas dasar tujuan yang mendasarinya. Tahap ini
biasanya dimulai antara usia 7 atau 8 tahun dan berlanjut hingga usia 12 tahun
atau lebuh. Anak mulai mempertimbangkan keadaan tertentu yang berkaitan dengan
suatu pelanggaran moral.
3.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
moral peserta didik
Berdasarkan
sejumlah hasil penelitian, perkembangan internalisasi nilai-nilai terjadi
melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggapnya sebagai model.
Bagi para
ahli psikoanalisis, perkembangan moral dipandang sebagai proses internalisasi
norma-norma masyarakat dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik
biologis. Menurut psikoanalisis, moral dan nilai menyatu dalam konsep superego
yang dibentuk melalui jalan internalisasi larangan-larangan atau
perintah-perintah yang datang dari luar (khususnya orang tua) sedemikian rupa,
sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri.
Teori-teori
lain yang non psikoanalisi beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan
satu-satunya sarana pembentukan moral. Para sosiolog beranggapan bahwa
masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral.
Dalam usaha
membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup terterntu, Banyak
factor yang mempengaruhi perkembangan moral peserta didik, diantaranya yaitu:
1)
Faktor tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.
2) Faktor seberapa banyak model
(orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan
hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal
3) Faktor lingkungan memegang
peranan penting. Diantara segala segala unsur lingkungan social yang
berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan berbentuk
manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan
dari nilai-nilai tertentu.
4) Faktor selanjutnya yang
memengaruhi perkembangan moral adalah tingkat penalaran. Perkembangan moral
yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar
sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang
menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral
seseorang
5)
Faktor Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk
mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat,
keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain.
4.
Upaya
Optimalisasi Perkembangan Moral
Hurlock
mengemukakan ada empat pokok utama yang perlu dipelajari oleh anak dalam
mengoptimalkan perkembangan moralnya, yaitu :
1)
Mempelajari apa yang diharapkan
kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum. Harapan tersebut
terperinci dalam bentuk hukum, kebiasaan dan peraturan. Tindakan tertentu yang
dianggap “benar” atau “salah” karena tindakan itu menunjang, atau dianggap
tidak menunjang, atau menghalangi kesejahteraan anggota kelompok. Kebiasaan
yang paling penting dibakukan menjadi peraturan hukum dengan hukuman tertentu
bagi yang melanggarnya. Yang lainnya, bertahan sebagai kebiasaan tanpa hukuman
tertentu bagi yang melanggarnya.
2)
Pengambangan hati nuranni
sebagai kendali internal bagi perliaku individu. Hati nurani merupakan
tanggapan terkondisikan terhadap kecemasan mengenai beberapa situasi dan
tindakan tertentu, yang telah dikembangkan dengan mengasosiasikan tindakan
agresif dengan hukum.
3)
Pengembangan perasaan bersalah dan
rasa malu. Setelah mengembangkan hati nurani, hati nurani mereka dibawa dan
digunakan sebagai pedoman perilaku. Rasa bersalah adalah sejenis evaluasi diri,
khusus terjadi bila seorang individu mengakui perilakunya berbeda dengan nilai
moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Rasa malu adalah reaksi emosional
yang tidak menyenangkan yang timbul pada seseorang akibat adanya penilaian
negatif terhadap dirinya. Penilaian ini belum tentu benar-benar ada, namun
mengakibatkan rasa rendah diri terhadap kelompoknya.
4)
Mencontohkan, memberikan contoh
berarti menjadi model perilaku yang diinginkan muncul dari anak, karena cara
ini bisa menjadi cara yang paling efektif untuk membentuk moral anak.
5)
Latihan dan Pembiasaan, menurut
Robert Coles (Wantah, 2005) latihan dan pembiasaan merupakan strategi penting
dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini. Sikap orang tua dapat
dijadikan latihan dan pembiasaan bagi anak. Sejak kecil orang tua selalu
merawat, memelihara, menjaga kesehatan dan lain sebagainya untuk anak. Hal ini
akan mengajarkan moral yang positif bagi anak
6)
Kesempatan melakukan interaksi
dengan anggota kelompok sosial. Interaksi sosial memegang peranan penting dalam
perkembangan moral. Tanpa interaksi dengan orang lain, anak tidak akan
mengetahui perilaku yang disetujui secara social, maupun memiliki sumber
motivasi yang mendorongnya untuk tidak berbuat sesuka hati.
Interaksi
sosial awal terjadi didalam kelompok keluarga. Anak belajar dari orang tua,
saudara kandung, dan anggota keluarga lain tentang apa yang dianggap benar dan
salah oleh kelompok sosial tersebut. Disini anak memperoleh motivasi yanjg
diperlukan untuk mengikuti standar perilaku yang ditetapkan anggota keluarga.
Melalui
interaksi sosial, anak tidak saja mempunyai kesempatan untuk belajar kode
moral, tetap mereka juga mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain
mengevaluasi perilaku mereka. Karena pengaruh yang kuat dari kelompok sosial
pada perkembangan moral anak, penting sekali jika kelompok sosial, tempat anak
mengidentifikasikan dirinya mempunyai standar moral yang sesuai dengan kelompok
sosial yang lebih besar dalam masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar
bagaimana menurutmu?