Rabu, 18 Juli 2012

Pertumbuhan dan Perkembangan Spiritual


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan mampu menjadikan manusia sebagai manusia yang lebih mulia. Demikian pula dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peran yang Sangat penting dalam menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa.
Dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi era globalisasi dewasa ini, banyak ditemukan individu-individu yang materialistik, individualistik dan lain sebagainya, sehingga melahirkan prilaku yang menyimpang dari perkembangan potensi yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada setiap manusia sejak ia lahir.

Hal tersebut dapat terjadi karena kesalahan sistem pendidikan dan bimbingan yangdiberikan sebelum nya, selain godaan setan yang memang diperkenankan oleh Allah untuk menggoda manusia. Oleh karena itu,dunia pendidikan pada saat ini sering dikritik oleh masyarakat yang dikarenakan adanya sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan yang menunjukkansikapyangkurangterpuji.
Keadaan seperti itu semakin menambah potret pendidikan semakin tidak menarik serta dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap wibawa dunia pendidikan. Padahal, pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan pribadi yang bersifat menyeluruh atau dapat diartikan sebagai usaha untuk membina kepribadian manusia sesuai dengan nilai-nilai dalam masyarakat dan kebudayaan serta norma agama, yang dalam perkembangannya dapat berarti proses pendewasaan, sehingga dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri secara biologis, psikologis, paedagogis dan sosiologis.
Pada umumnya manusia yang beradab setidak-tidaknya memiliki Common sense(akal sehat) tentang pendidikan, bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kehidupan dan penghidupan. Pendidikan mempunyai pengaruh yang dinamis dalam kehidupan manusia di masa depan. Pendidikan dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal, yaitu pengembangan potensi individu yang setinggi-tingginya dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya di mana dia hidup.
Usia remaja merupakan masa transisi atau peralihan. Pada saat itu, terjadi suatu prosesmenuju pematangan intelektual, seni, spiritual dan jasmani guna membentuk kejelasan identitas (jati diri) saat menghadapi keraguan siapa sebenarnya dirinya, sehingga timbul gejolak emosi dan tekanan jiwa
Menurut Muhammad Quthub, kekuatan spiritual pada diri manusia merupakan kekuatannya yang paling besar, paling agung dan paling mampu untuk berhubungan dengan hakikat wujud. Sedangkan kekuatan fisiknya hanya terbatas pada sesuatu yang dapat ditangkap oleh indra. Kemampuan akal, meskipun yang paling bebas, namun masih terbatas ruang dan waktu. Kekuatan spiritual tidak diketahui batas ataupun ikatannya. Dan hanya kekuatan spiritual yang mampu berkomunikasi dengan Allah.
Dalam dunia pendidikan, adanya bimbingan dan konseling memilki arti cukup penting untuk mengembangkan kepribadian anak, termasuk pula spiritualnya. Bimbingan dan konseling merupakan proses pemberian bantuan yang terarah kepada seseorang/sekelompok orang secara terus-menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu/kelompok individu menjadi pribadi yang yang mandiri yaitu mengenal diri sendiri dan lingkungannya, menerima diri sendiri dan lingkungannya secara positif dan dinamis, dapat mengambil keputusan dan mengarahkan diri sendiri. Adapun dalam kaitannya dengan spiritualnya, individu mampu melakukan hubungan/interaksi vertikal dengan Allah atau dengan kata lain untuk mewujudkan kaitan yang terus menerus antara jiwa dengan Allah dalam setiap kesempatan, perbuatan, pemikiran ataupun perasaan. Oleh karena itu, islam memberikan perhatian khusus terhadap spiritual yang merupakan sentral bagi manusia, karena spiritual merupakan penghubung manusia dengan Allah.
Salah satu sarana yang efektif untuk meningkatkan spiritual seseorang yaitu melalui ibadah. Karena dengan ibadah dapat melahirkan hubungan yang terus menerus serta perasaan mengabdi kepada Allah. Hikmah yang paling mendasar dari perasaan tersebut adalah mengaitkan hamba kepada Tuhannya, memperkokoh hubungan dengan-Nya.
Pada prinsipnya, semua manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk yang fitri, suci, bersih, sehat serta atribut-atribut positif lainnya. Oleh karena itu, sebagai makhluk ciptaan Allah, maka seharusnya manusia selalu berpegang teguh pada agama Allah (Islam), oleh karena itu diperlukan suatu upaya pengembangan potensi yang searah dengan tujuan Islam yaitu dengan Bimbingan dan Konseling Islam (BKI). BKI ini merupakan proses pemberian bantuan yang terarah, kontinyu dan sistematis kepada setiap individu agar dia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah ke dalam diri, sehingga ia dapat hidup selaras dengan tuntunan Al-Qur’an dan Hadist. Bila internalisasi nilainilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadist itu tercapai dan potensi telah berkembang secara optimal, maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah SWT, dengan manusia dan alam semesta dan inilah yang menjadi tinjauan dari BKI.
Betapapun baiknya sistem pendidikan tanpa dijalankan BK yang baik, maka programyang baik tidak ada gunanya. Dengan kata lain BK adalah bagian yang integral dalam pendidikan, bagian yang tak terpisahkan dengan pendidikan. Sebab pendidikan pada umumnya selalu berintikan bimbingan. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan individu anak.
Segala aspek diri anak didik harus dikembangkan termasuk spiritualitasnya.BKIadalahupaya membantu perkembangan aspek tersebut menjadi optimal,harmonisdan wajar.
Pelaksanaan BK terutama dalam aspek keagamaan (spiritualitas), diadakan kurang lebih dua kali dalam sebulan. Dalam pelaksanaannya, guru BK juga bekerja sama dengan guru agama. Namun, peran yang dilakukan oleh guru agama hanya sebatas memberikan materi-materi pelajaran agama yang telah tercantum dalam kurikulum sekolah serta membantu menjalankan program yang dibuat oleh guru BK yaitu mengadakan program keagamaan khusus yang dikemas dalam program Kecakapan Penerapan Ibadah, yang meliputi kecakapan dalam ibadah sholat, kecakapan membaca dan menulis serta memahami kandungan/isi Al-Qur’an, kecakapan dalam mengamalkan sunnah rasul atau kegiatan keagamaan seperti tahlil, istighotsah, dan lain sebagainya. Dengan adanya program tersebut, diharapkan para siswa mampu mengembangkan potensi keagamaan/spiritualitasnya sehingga dapat menciptakan siswa yang memiliki kepribadian dan perilaku yang baik serta kepekaan yang tinggi terhadapagama.
Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa sebenarnya peranan BKI itu besar sekali manfaatnya, namun eksistensinya kurang disadari oleh banyak pihak terutama siswa di sekolah.

1.2  Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apakah Pengertian perkembangan spiritual peserta didik ?
2.      Apakah Makna dari perkembangan spiritual peserta didik?
3.      Bagaimana Karakteristik perkembangan spiritual peserta didik?
4.      Bagaimanakah perkembangan spiritual terhadap pendidikan ?
5.      Bagaimanakah proses perkembangan spiritual peserta didik ?
6.      Faktor – faktor apa sajakah yang mempengaruhi perkembangan spiritual peserta didik?
1.3  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuannya adalah :
1.      Membangun landasan bagi berkembang  potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berkepribadian luhur, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
2.      Mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan.
 BAB II
TEORI KONSEP
2.1  PENGERTIAN PERKEMBANGAN  SPIRITUAL PESERTA DIDIK
Spiritual adalah suatu ragam konsep kesadaran individu akan makna hidup, yang memungkinkan individu berpikir secara kontekstual dan transformatif sehingga kita merasa sebagai satu pribadi yang utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Kecerdasan spiritual merupakan sumber dari kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai dan makna hidup, serta memungkinkan secara kreatif menemukan dan mengembangkan nilai-nilai dan makna baru dalam kehidupan individu. Kecerdasan spiritual juga mampu menumbuhkan kesadaran bahwa manusia memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri secara bertanggung jawab dan mampu memiliki wawasan mengenai kehidupan serta memungkinkan menciptakan secara kreatif karya-karya baru.. Sedangkan ingersol dalam Desmita (2009:264) menyatakan, spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar dan upaya dalam berhubungan atau bersatu dengan tuhan.
Sehingga dapat diartikan bahwa, kecerdasan spiritual sebagai bagian dari psikologi memandang bahwa seseorang yang beragama belum tentu memiliki kecerdasan spiritual. Namun sebaliknya, bisa jadi seseorang yang humanis-non-agamis memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, sehingga sikap hidupnya inklusif, setuju dalam perbedaan (agreeindisagreement), dan penuh toleran. Hal itu menunjukkan bahwa makna "spirituality" (keruhanian) disini tidak selalu berarti agama atau bertuhan. Sehingga dari kuti-kutipandiatas penulis memilih judul proses perkembangan moral dan spiritual peserta didik karena, proses merupakan suatu hal yang sangat penting, dimana sangat menentukan hasil atau mencapai puncak dan akhirnya.
2.2   MAKNA PERKEMBANGAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
Echoks dan Shadily dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata spiritual berasal dari bahasa Inggris yaitu ”spirituality”. Kata dasarnya “spirit” yang berarti roh, jiwa, semangat. Sedangkan Ingersoll dalam Desmiata (2009:264) berpendapat bahwa, kata spiritual berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti, luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (caorage), energy atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latinspiritualis yang berarti ”of the spirit” (kerohanian)
Menurut Aliah dan purwakaniahasan dalam Desmita (2009:265) menyatakan spiritualitas memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas,  dengan kata kunci sebagai berikut :
a.       Meaning(makna). Makna merupakan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan manusia, merasakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.
b.      Values (nilai-nilai). Nilai-nilai adalah kepercayaan, standar dan etika yang dihargai.
c.       Transcendence (transendensensi). Transendensi merupakan pengalaman, kesadaran dan penghargaan terhadap dimensi transendental bagi kehidupan di atas diri seseorang.
d.      connecting (bersambung). Bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan dengan diri sendiri, orang lain, tuhan dan alam.
e.       Becoming (menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yang menuntut refleksi dan     pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagai mana seseorang mengetahui.
Dari kutipan diatas dapat diartikan bahwa perkembangan spiritual adalah jiwa seorang manusia memiliki semangat dan memiliki kepercayaan yang dalam terhadap diiri sendiri, orang lain, tuhan dan alam, yang terjadi karena pengalaman dan kesadaran dalam kehidupan diatas diri seseorang. Sedangkan pendapat Fowler dalam Desmita (2009:279) menyebut spiritual atau kepercayaan suatu yang universal, ciri dari seluruh hidup, tindakan pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai manusia yang percaya dan orang yang berkeagamaan atau sebagai orang yang tidak percaya sebagai apapun.                                                                                           

2.3  KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SPIRITUAL
A.    Karakteristik perkembangan spiritualitas anak usia sekolah
Tahap mythic-literalfaith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan kategori -kategori baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.
B.     Karakteristik perkembangan spiritualitas remaja
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama  remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya (significantothers) dan dengan mayoritas lainya.
2.4  PERKEMBANGAN SPIRITUAL TERHADAP PENDIDIKAN
Untuk mengembangkan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang religius. Sejatinya pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survaydan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut:
a.       Memberikan pendidikan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer agama secara keseluruhan.
b.      Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan.
c.       Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual paranting,seperti:
1.      Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.
2.      Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
3.      Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila   kita meminta.
4.      Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun (Desmita,2009:287). 
2.5   PROSES PERKEMBANGAN SPIRITUAL PESERTA DIDIK
Teori Fowler dalam Desmita (2009:279) mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intelektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah:
1.      Tahap prima faith. Tahap kepercayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi antara anak  dan pengasuhnya.
2.      Tahap intuitive-projective, yang berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil pengajaran dan contoh-contoh signitif dari orang dewasa, anak kemudian berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian sepontan serta gambaran intuitif  dan proyektifnya pada ilahi.
3.      Tahap mythic-literalfaith, Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas. 
4.      Tahap synthetic-conventionalfaith, yang terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi kepadanya. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui simbol dan upacara keagamaan yang dianggap sakral. Simbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri. Allah dipandang sebagai “pribadi lain” yang berperan penting dalam kehidupan mereka. Lebih dari itu, Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri remaja terhadap sang khalik    
5.      Tahap individuative- reflectivefaith, yang terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan seseorang. Menurut Fowler dalam Desmita (2009:280) pada tahap ini ditandai dengan:
a.       Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis terhadap asumsi-asumsi sistem nilai terdahulu.
b.       Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya “ego eksekutif” sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya membentuk identitas diri. 
6.      Tahap Conjunctive-faith, disebut juga paradoxical-consolidationfaith, yang dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan simbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang. 
7.      Tahapuniversalizingfaith, yang berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini ditandai dengan munculnya sistem kepercayaan transcidental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentralisasi diri dan pengosongan diri. Peristiwa-peristiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang mulai berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenaran ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling tua.



2.6  FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SPIRITUAL
a.       Pembawaan (internal)
Setiap manusia yang lahir, baik yang masih primitif, bersahaja, maupun yang sudah modern, baik yang lahir di Negara komunis maupun kapitalis, baik dari orang tua yang saleh maupun yang jahat, menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan di luar dirinya yang mengatur yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Kenyataan menunjukkan bahwa manusia memiliki fitrah untuk mempercayai suatu zat yang mempunyai kekuatan baik memberikan sesuatu yang bermanfaat maupun yang mudhorot (mencelakakan). Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah dan ada yang mendapat bimbingan dari rasul dan Allah SWT, sehingga fitrah itu berkembang sesuai kehendak Allah SWT.
b.      Lingkungan (eksternal)
Fitrah beragama merupakan potensi yang mempunyai kecenderungan untuk berkembang. Namun perkembangan itu tidak akan terjadi manakala tidak ada faktor luar yang memberikan stimulus yang memungkinkan fitrah itu berkembang sebaik-baiknya.
·        Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak aleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Dalam mengembangkan fitrah beragama, ada beberapa hal yang perlu menjadi kepedulian orang tua, sebagai berikut :
1.      Sebaiknya orang tua memiliki kepribadian yang baik atau berakhlakulkarimah. Kepribadian orang tua merupakan unsur- unsur pendidikan yang tidak langsung memberikan pengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama anak.
2.      Orang tua hendaknya memperlakukan anak dengan baik
3.      Orang tua hendaknya membina hubungan yang harmonis antara anggota keluarganya
4.      Orang tua hendaknya membimbing, mengajarkan, atau melatihkan ajaran perkembangan kepribadian agama terhadap anaknya
·        Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Hurlock pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan guru-guru substitusi dari orang tua. Dalam upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa, sekolah terutama guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan pengamalan ibadah atau akhlak mulia, maka guru agama hendaklah memiliki karakteristik sebagai berikut :
1.      Kepribadian yang mantap, seperti jujur, bertanggung jawab, komitmen terhadap tugas, disiplin dalam bekerja dan respek terhadap siswa
2.      Menguasai disiplin ilmu terutama bidang yang akan diajarkan, minimal materi yang terkandung dalam kurikulum
3.      Memahami ilmu-ilmu lain yang relevan untuk menunjang kemampuannya dalam mengelola proses belajar mengajar.
·        Masyarakat
Implikasi Tugas Perkembangan Remaja dalam Penyelenggaraan Pendidikan
1.      Tugas-tugas perkembangan remaja
2.      Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul pada suatu periode tertentu dalam rentang kehidupan manusia, apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya, sementara apabila gagal maka akan menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat, dan menimbulkan kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.
3.      Tugas perkembangan berkaitan dengan sikap, perilaku dan keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh individu
Munculnya tugas-tugas perkembangan bersumber pada faktor-faktor :
1.      Kematangan fisik, misalnya, belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki, belajar bertingkah laku dan bergaul sesama jenis atau dengan lain jenis karena kematangan organ-organ seksual
2.      Tuntutan masyarakat secara kultural, misalnya belajar membaca, belajar menulis, belajar berhitung, belajar berorganisasi
3.      Tuntutan dari dorongan dan cita-cita individu sendiri, misalnya memilih pekerjaan, memilih teman hidup
4.      Tuntutan norma agama, misalnya taat beribadah kepada Allah, berbuat baik kepada sesama manusia.

2 komentar:

bagaimana menurutmu?