Rabu, 24 November 2010

Mendambakan Penguasa Amanah


Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum Muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali  Allah mengharamkan surga untuknya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Terkait dengan hadits ini, Imam Fudhail bin Iyadh menuturkan, “Hadits ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah SWT untuk  mengurus urusan  kaum Muslim, baik urusan agama maupun dunia, kemudian ia berkhianat. Jika seseorang berkhianat terhadap suatu urusan yang telah diserahkan kepadanya maka ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga. Penelantaran itu bisa berbentuk tidak menjelaskan urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur yang bisa merusak kesuciannya, mengubah-ubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah). Penelantaran itu juga bisa berwujud pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjihad untuk mengusir musuh-musuh mereka dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka.  Setiap orang yang melakukan hal ini dipandang telah berkhianat kepada umat.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh Muslim).
Kekuasaan adalah amanah. Amanah adalah taklif hukum dari Allah SWT. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “Pada dasarnya, amanah adalah taklif (syariah Islam) yang harus dijalankan dengan sepenuh hati, dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Jika ia melaksanakan taklif tersebut maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah.  Sebaliknya, jika ia melanggar taklif  tersebut maka ia akan memperoleh siksa.” (Ibnu Katsir, Tafsîr Ibnu Katsîr, III/522).
Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tatacaranya dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah. Ia juga berusaha dengan keras untuk menghiasi dirinya dengan budi pekerti yang luhur dan sifat-sifat kepemimpinan. Penguasa amanah tidak akan membiarkan berlakunya sistem kufur seperti demokrasi yang bertentangan dengan Islam. Ia pun tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada Islam dan kaum Muslim.
*****
Sejak diutusnya Rasulullah SAW, tidak ada sistem kemasyarakatan yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah, agung dan luhur, kecuali dalam masyarakat Islam. Kita mengenal Khulafaur Rasyidin yang terkenal dalam kearifan, keberanian dan ketegasannya dalam membela Islam dan kaum Muslim. Mereka adalah negarawan-negarawan ulung yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan ditakuti oleh lawan-lawannya. Mereka juga termasyhur sebagai pemimpin yang memiliki budi pekerti yang agung dan luhur.   
Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq adalah sosok penguasa yang terkenal sabar dan lembut.  Namun, beliau juga terkenal sebagai pemimpin yang berani dan tegas.  Tatkala sebagian kaum Muslim menolak kewajiban zakat, beliau segera memerintahkan kaum Muslim untuk memerangi mereka. Meskipun pendapatnya sempat disanggah oleh Umar bin al-Khaththab, beliau tetap bergeming dengan pendapatnya. Stabilitas dan kewibawaan Negara Islam harus dipertahankan meskipun harus mengambil risiko perang.  
Khalifah Umar bin al-Khaththab sendiri terkenal sebagai penguasa yang tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan yang tidak benar. Dalam sebuah riwayat dituturkan bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah berkata kepada Abu Hurairah ra yang saat itu menjadi gubernur di Bahrain, “Bagaimana engkau bisa menduduki jabatan ini?”
Ia menjawab, “Engkau telah menugaskan saya, sedangkan saya tidak menyukainya, dan engkau menghentikan saya, sedangkan saya mencintainya.”
Pada saat itu, Abu Hurairah membawa 400 ribu dirham dari Bahrain.  Selanjutnya, Umar bertanya kepadanya, “Apakah engkau berlaku aniaya terhadap seseorang?”
“Tidak.”
“Dari jumlah itu, berapa yang menjadi milikmu?”
“Dua puluh.”  
“Dari mana engkau memperolehnya?” tanya Umar lagi.
“Saya berdagang.”
Umar pun menukas, “Hitunglah modalmu dan milikmu. Lalu serahkanlah yang lainnya ke Baitul Mal.” (Thabaqât Ibnu Sa'ad, II/4/60; Târîkh al-Islâm, II/388; dan Tahdzîb at-Tahdzîb, XII/267).
Inilah secuil keteladanan yang bisa kita ambil dari Khulafaur Rasyidin dalam mengurus urusan rakyatnya.  
Sungguh, kehadiran seorang penguasa amanah yang selalu berjalan sesuai dengan aturan Allah merupakan dambaan dan impian kaum Muslim saat ini.  Sayangnya, impian ini masih sebatas impian. Perilaku dan kebijakan para penguasa kaum Muslim saat ini tidak berbeda dengan kaum sekuler yang membenci aturan Allah.  Keberpihakan mereka pun tidak pada Islam dan kaum Muslim, tetapi kepada musuh-musuh Allah dan sistem sekuler yang kufur. Lalu mengapa umat masih saja percaya dan bahkan berbondong-bondong mengekor dan mengikuti mereka?[] arief b. Iskandar from : http://mediaumat.com

3 komentar:

  1. pemimpim yang amanah...hmmmm aku juga mendambakannya :)

    BalasHapus
  2. wow! info yang bagus.semoga memberi

    motivasi pembaca supaya sukses di

    kemudian hari

    kiat jitu berlatih

    kepemimpinan

    BalasHapus

bagaimana menurutmu?