Senin, 11 Juni 2012

Pertumbuhan dan Perkembangan Intelegensi


BAB I

PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
 Intelegensi merupakan satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang, dan intelegensi dapat di peroleh dari pengalaman. Selain itu faktor interistik dan eksterinsik sangat mempengaruhi intelek, tetapi intelegensi yang tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang. Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam.
Peran inteligensi dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya sehingga di pandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar. Sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa inteligensi tidak lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang, terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, inteligensi sangat besar pengaruhnya.
B.     RUMUSAN MASALAH
 Intelegensi merupakan faktor yang sangat berperan dalam kehidupan seseorang. Dibawah ini akan dikemukakan beberapa permasalahan, antara lain:
1. Apa Pengertian Intelegensi?
2. Apa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intelegensi?
3. Apa Saja Tes Intelegensi dan Gangguan Intelegensi?
4. Bagaimana Hubungan Intelegesi Dengan Tingkah Laku (Remaja)?
5. Bagaimana Hubungan Intelegesi Dengan Kehidupan Seseorang?
6. Apa Usaha Untuk Membantu Mengembangkan Intelek Remaja?
7. Bagaimana Hubungan Intelegensi dan Kreativitas?
8. Bagaimana Fungsi Otak Kanan, Otak Kiri, dan Otak Tengah?
C.     TUJUAN
 Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui apa pengertian dari
intelegensi, faktor-faktor yang mempengaruhinya, hubungan dengan kehidupan, perbedaan kemampuan intelek, dan lain-lain. Selain itu agar dapat bermanfaat bagi pembelajaran dalam kehidupan kita.
BAB II
TEORI PEMBAHASAN
 A.    PENGERTIAN INTELEGENSI
*      Menurut kamus Webster New World Dictionary Of America Leaguage,intelgensi berarti: kecakapan untuk berfikir mengamati atau mengarti, kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan lain-lain.
*      Menurut super dan cites.
Intelegensi adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman.
*      Menurut Garret (1946).
Intelegensi adalah kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan symbol-simbol.
*      Menurut William Stern.
Intelegensi merupakan suatu kemampuan untuk menyesuaikan diri pada tuntutan baru dibantu dengan penggunaan fungsi berfikir.
*      Menurut Wachler (1958).I
*      Intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan manguasai lingkungan secara efektif.
*      Menurut Singgih Gunarsa.
Intelegensi adalah suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetehuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubunganya dengan linkungan dan masalah-masalah yang timbul.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa intelegensi adalah kemampuan mental yang menggambarkan kecakapan berfikir dengan mengguankan pengertian atau sikap dalam memecahkan masalah yang dapat diperoleh dari pengalaman (lingkungan).
 B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTELEGENSI
 1.      Heriditor (pembawaan) ialah segala kesanggupan kita yang telah kita bawa sejak lahir dan tidak sama pada tiap orang.
2.      Kematangan, menyangkut pertumbuhan jiwa dan fisik berkembang telah mencapai puncaknya karena dipengaruhi faktor internal. Dan arus disadari bahwa kematangan berhubungan erat dengan umur.
3.      Pembentukan yaitu perkembangan individu yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
4.      Minat, inilah yang merupakan motor penggerak  dari inteligensi kita. Dalam arti manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi, menggunakan, menyelidik dunia luar. Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadapdunia luar itu, lama kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu.
5.      Kebebasan, berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih masalah sesuai dengan kebutuhanya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamaya menjadi syarat dalam perbuatan intelegensi.
Kelima faktor diatas saling mempengaruhi dan saling terkait satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman atau berpatokan kepada salah satu faktor saja.
C.     TES INTELEGENSI
 Tes intelegensi ditemukan oleh Alfred Binet dan asistennya Simon. Pada tahun 1908-1911 tes ini dinamakan sebagai Chelle Matrique De Intellegence atau skala pengukur kecerdasan. Tes Binet-Simon terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang telah di kelompokkan menurut umur (untuk anak umur 3-15 tahun), pertanyaan-pertanyaan ini sengaja di buat mengenai skala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah. Seperti:
1. Mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang,
2. Mengulang deretan angk-angka,
3. Mamperbandingkan berat timbangan,
4. Menceritakan isi gambar-gambar,
5. Menyebut nama bermacam-macam warna,
6. Menyebut harga mata uang,
7. Dan lain sebagainya.
Dengan menggunakan hasil pengukuran test inteligensi yang mencakup general (Infomation and Verbal Analogies, Jones and Conrad (Loree, 1970 : 78) telah mengembangkan sebuah kurva perkembangan Inteligensi, yang dapat di tafsirkan anatara lain sebagai berikut :
1.      Laju perkembangan Inteligensi pada masa anak-anak berlangsung sangat pesat.2
2.       Terdapat variasi dalam saatnya dan laju kecepatan deklinasi menurut jenis-jenis
kecakapan khusus tertentu (Juntika N, 137-138).
Bloom (1964) melukiskan berdasarkan hasil studi longitudinal, bahwa dengan berpatokan kepada hasil test IQ dari masa-masa sebelumnya yang di tempuh oleh subyek yang sama, kita akan dapat melihat perkembangan prosentase taraf kematangan dan kemamppuannya sebagai berikut:
a. Usia 1 tahun berkembang sampai sekitar 20%-nya
b. Usia 4 tahun sekitar 50%-nya
c. Usia 8 tahun sekitar 80%-nya
d. Usia 13 tahun sekitar 92%-nya
Hasil studi Bloom ini tampaknya (1952; 150 dan Loree 91970) : 79) juga menugaskan bahwa laju perkembangan IQ itu bersifat proposional.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran masalah inteligensi merupakan salah satu masalah pokok karenanya tidak mengherankan kalau masalah tersebut banyak di kupas orang, baik secara khusus maupun secara sambil lalu dalam pertautan dengan pengupasan yang lain.
Tentang peran inteligensi itu dalam proses pendidikan ada yang menganggap demikian pentingnya sehingga di pandang menentukan dalam hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar. Sedang pada sisi lain ada juga yang menganggap bahwa inteligensi tidak lebih mempengaruhi soal tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar seseorang. Terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, inteligensi sangat besar pengaruhnya.
Gangguan Inteligensi dan Penyebab Retardasi
Pengertian retardasi mental ialah keadaan dengan inteligensi kurang (abnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak) atau keadaan kekurangan inteligensi (kecerdasan) sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaan seseorang menjadi terganggu. Penyebab retardasi adalah:
  1. Retardasi mental primer ialah kemungkinan faktor keturunan dan kemungkinan tidak diketahui
  2. Retardasi mental sekunder ialah faktor WAR yang diketahui dan mempengaruhi otak misalnya: infeksi, gangguan metabolisme, kekurangan gizi, prematurotas, gangguan jiwa berat, kelainan  kromoson, penyakit otak.
Tanda-tanda retordasi mental
  1. Tahap  kecerdasan (IQ) sangat rendah.
  2. Daya ingat lemah.
  3. Tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
  4. Minat hanya mengenal pada hal sederhana.
  5. Perhatiannya mudah berpindah pindah (labil).
  6. Miskin dan keterbatasan emosi (takut, marah, benci, senang dan terkejut).
  7. Kelamin jasmani yang khas.
Tingkat Kecerdasan
  1. Jenius dengan tingkatan IQ lebih dari 140
  2. Sangat superior dengan tingkatan IQ 130-139
  3. Superior dengan tingaktan IQ 120-129
  4. Cerdas dengan tingkatan IQ 110-119
  5. Normal tinggi dengan tingkatan IQ 100-109
  6. Normal rendah dengan tingkatan IQ 80-89
  7. Interior dengan tingaktan IQ 70-79
  8. Moron  dengan tingaktan IQ 50-69
  9. Feembleminded dengan tingaktan IQ 60-79
  10. Imbelice dengan tingkatan IQ 20-40
  11. Idiot dengan tingkatan IQ kurang dari 20
D.    HUBUNGAN INTELEGENSI DENGAN TINGKAH LAKU (REMAJA)
Pikiran remaja sering dipenuhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan dengan teori yang diikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tata cara, dan adat istiadat yang berlaku dilingkungan keluarga sering terasa terjadi atau ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Kemampuan abstraksi mempermasalahakan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagai mana yang semestinya menurut alam pikirannya. Yang akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa. Disamping itu pengaruh egosentris masih terlihat pada pikirannya. Cita cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan ketidakberhasilan menyelesaikan persoalan. Kemampuan berpikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Pendapat dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya. Egosentrisme inilah yang menyebabkan “kekuatan” para remaja dalam cara befikir maupun bertingkah laku. Dan hal ini pula yang menimmbulkan perasaan “seperti” selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tinggkah laku yang kaku.
E.     HUBUNGAN INTETELEGENSI DENGAN KEHIDUPAN SESEORANG
Intelegensi sangat berperan penting dalam kehidupan seseorang akan tetapi intelegensi bukan satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya seseorang, banyak lagi faktor lain. Faktor kesehatan dan ada tidaknya kesempatan, tidak dapat kita abaikan. Orang yang sakit-sakitan saja meskipun intelegensinya tinggi dapat gagal dalam usaha mengembangkan dirinya dalam kehidupannya. Demikian pula meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan mengembangkan dirinya dapat pula gagal. Juga watak (pribadi) seseorang amat berpengaruh dan turut menentukan. Banyak diantara orang yang memiliki intelegensi yang tinggi tetapi tidak mendapat kemajuan dalam kehidupanya. Ini disebabkan misalnya, kurang kemampuan bergaul dengan orang-orang lain dalam masyarakat.
Sebaliknya ada pula orang yang sebenarnya memiliki intelegensi yang sedang saja, dapat lebih maju dan mendapat kehidupan yang lebih layak berkat ketekunan dan keuletanya dan tidak banyak faktor-faktor yang menggangu atau yang merintanginya. Akan tetapi intelegensi yang rendah menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan berkembang, meskipun orag itu ulet dan bertekun dalam usahanya.
Jadi, intelegensi seseorang memberikan kemungkinan untuk bergerak dan berkembang dalam bidang tertentu dalam kehidipanya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat direalisasikan, tergantung pula pada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang ada.
F.      USAHA UNTUK MEMBANTU MENGEMBANGKAN INTELEGANSI REMAJA
 Menurut Piaget sebagian besar usia remaja mampu memahami konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Guru dapat membantu mereka melakukan hal ini dengan selalu menggunakan pendekatan keterampilan proses (discovery approach) dan dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep dan abstraksi-abstraksi.
Karena siswa usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, kita hendaknya tidak mempunyai anggapan bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan kita. Kita hendaknya tetap waspada terhadap bagaimana para siswa mengiterpretasi ide-ide mereka dalam kelas, dengan memberikan kesempatan-kesempatan untuk mengdakan diskusi-diskusi secara baik dan dengan memberikan tugas-tugas penulisan makalah.
Pada usia ini para remaja mendekati efesiensi intelektual yang maksimal, tetapi kurangnya pengalaman membatasi pengetahuan mereka dan kecakapan untuk memanfaatkan yang diketahui. Karena itu pada tingkat ini diperlukan metode diskusi dan informasi untuk menentukan kedalaman pengertian siswa. Apabila guru dihadapkan pada perbedaan-perbedaan interpretasi tentang konsep-konsep yang abstrak, guru hendaknya menjelaskan konsep-konsep tersebut dengan sabar, simpatik dan dengan hati terbuka serta memotifasi siswa bukan dengan jalan marah-marah atau tidak bisa menerima kesalahan siswa.
G.    HUBUNGAN INTELEGENSI DAN KREATIVITAS
Berkembangnya kreativitas karena dipengaruhi faktor dominan inteligensi. Orang yang kreatif umumnya memiliki inteligensi yang tinggi atau orang yang inteligensinya tinggi pada umumnya memiliki kreativitas yang tinggi pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa antara kreativitas dan inteligensi itu memiliki hubungan yang sangat erat. Faktor yang mempengaruhinya adalah:
1.      Intrinsik : inteligensi, bakat, minat, kepribadian, dan perasaan
2.      Ekstrinsik : adat istiadat, sosial budaya, pendidikan dan lingkungan
 H.    FUNGSI OTAK KANAN, KIRI, DAN TENGAH
Penelitian yang dilakukan oleh para ahli tentang otak manusia telah menemukan fungsi dan kerja dari masing-masing otak yang terdapat pada manusia.
1.      Otak kiri seringkali di hubungkan dengan IQ (Intelligence Quotient). IQ ini meliputi kemampuan untuk perhitungan, memformulasikan pembicaraan, membaca, menulis, logika dan analisa. Pendidikan tinggi di dunia sekarang ini banyak berkonsentrasi pada bagian otak kiri ini.
2.      Otak kanan biasanya berasosiasi dengan kecerdasan emosional (EQ, Emotion Quotient). Otak kanan ini mengembangkan sisi personalitas, kreatifitas, intuisi, kemampuan penerapan, kemampuan panggung, dan seni.
3.      Otak tengah jembatan yang menghubungkan dan menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan.
 BAB III

KASUS-KASUS/PROBLEM & PENYELESAINYA

1.      Kecerdasan yang merusak
Salah satu permasalahan terbesar bangsa ini adalah terjadinya krisis moral dan spiritual yang telah melanda masyarakat Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, bahwa moral, akhlak dan etika berbangsa dirasakan makin turun, yang membawa pengaruh terhadap tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Para penyelenggara negara, penyelenggara pemerintahan, yang seharusnya berperan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menumbuhkan rasa keadilan masyarakat, justru banyak terseret dalam persoalan korupsi. Persoalan ini semakin sulit terselesaikan karena dalam praktek pada umumnya, korupsi dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Praktek korupsi bahkan juga melibatkan sejumlah aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi benteng keadilan. Tidak kalah menyedihkan, dunia pendidikan yang dianggap sebagai kunci untuk mencerdaskan anak bangsa, baik secara intelegensi, emosi maupun spiritual, pada kenyataannya justru ikut dilanda krisis moral. Kasus plagiarisme di sejumlah perguruan tinggi, kasus joki pada saat Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, serta kasus contek massal di beberapa daerah pada saat Ujian Nasional merupakan fakta mengerikan, yang tidak bisa dihilangkan dalam ingatan masyarakat.
Penyelesaian
Beberapa kasus diatas merupakan gambaran mengenai kehidupan bangsa kita yang miskin spiritual dan moral. Perilaku korupsi, sebenarnya adalah salah satu bentuk pengingkaran terhadap aturan dan merupakan perilaku yang tidak didasari oleh nilai-nilai kejujuran dan moral. Perilaku korupsi yang marak di masyarakat kita, sesungguhnya adalah perilaku yang membutuhkan “kecerdasan tersediri”, yaitu kecerdasan untuk bertindak tidak jujur dan berbohong. Dengan demikian, korupsi yang banyak terjadi saat ini, sesungguhnya banyak dilakukan oleh orang-orang yang terdidik dan memiliki intelegensia atau kecerdasan tinggi disatu sisi. Namun, karena rendahnya moral dan tumpulnya nilai-nilai spiritual yang dimilikinya, membawa perilaku orang-orang terdidik dan beritelegensia tinggi tersebut, mengarah pada perilaku koruptif dan merusak.
Jika kita menilai kondisi masyarakat saat ini, tentu tidak lepas dari pendidikan yang berlangsung pada masa lalu. Singkatnya, perikalu korupsi yang terjadi saat ini adalah produk dari pendidikan masa lalu yang salah. Pendidikan yang hanya berbasis pada pengembangan intelektual tanpa pengembangan nilai-nilai spiritual dan keseimbangan emosional, merupakan metode pendidikan yang perlu dikoreksi. Sebab, intelegensia tinggi tanpa diimbangi dengan nilai-nilai spiritual dan keseimbangan emosional, tidak akan menghasilkan kecerdasan sosial yang diharapkan. Banyak orang terlalu mendambakan materi, menjadikan mereka egois, sehingga tidak lagi peduli pada komitmen dan seringkali kehilangan makna atas apa yang mereka kerjakan, dan bahkan kehilangan rasa solidaritas untuk masyarakat sekitarnya sekalipun.
Adapun kecerdasan spiritual merupakan landasan yang memfungsikan intelegensi dan kecerdasan emosional secara efektif. Kecerdasan spiritual berkaitan dengan makna, motivasi, etika dan tujuan hidup setiap individu. Kecerdasan spiritual menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual menjadikan manusia benar-benar utuh secara intelektual, emosional, dan spiritual. Dari sini akan lahir kecerdasan seseorang yang mengagungkan kebersamaan dan yang mampu memaknai hidup dengan sebaik-baiknya. Jika ketiga kecerdasan yaitu kecerdasan intelegensi, kecerdasan emosional serta kecerdasan spiritual dikelola dengan baik, maka akan lahir manusia Indonesia yang mengetahui untuk apa ia diciptakan, apa tujuan hidupnya, dan kepada siapa perilaku selama hidupnya dipertanggungjawabkan. Inteligensi seperti layaknya teknologi, semakin canggih teknologi akan menjadi senjata yang mematikan bila berada di tangan yang salah. Intinya kecerdasan intelegensi haruslah diimbangi dengan kecerdasan emosional serta kecerdasan spiritual sehingga tidak menjadi kecerdasan yang "MERUSAK"

2.      Nilai akademik anak tiba-tiba jadi jelek.
Orang tua pasti bertanya-tanya ketika mendapati nilai akademik si kecil tiba-tiba jelek. Padahal ketika belajar di rumah tidak ada masalah. Di tempat les, diberi latihan soal berhasil diselesaikan semua, mengerjakan soal yang lebih sulit dari soal ulangan bisa, malam hari sebelum ulangan berlangsung pun belajar, tapi kenapa ketika ulangan/tes tidak bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru?
Kalau sudah begitu, jangan heran jika nilai yang diraihnya merah alias tidak memuaskan. Penasaran apa yang jadi penyebabnya, berikut penjelasan dari Fabiola Priscilla Setiawan, Mp.Si., psikolog anak sekaligus staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Atmajaya, Jakarta.
Penyelesaian
Dapat mengerjakan semua soal yang diberikan baik di rumah atau di tempat les bukanlah jaminan untuk dapat mengerjakan soal yang diberikan kepada anak di sekolah. Tentu semua ini semua disebabkan oleh banyak faktor. Mungkin saja hal tersebut dikarenakan situasi di rumah atau tempat les lebih nyaman dirasakan anak. Di kedua tempat tersebut dia tidak merasa dituntut, dapat lebih cepat menangkap apa yang diajarkan dan menjawab pertanyaan dengan benar. Artinya, anak menjadi lebih rileks. Sementara di sekolah, ada keharusan untuk lulus atau mendapatkan nilai yang baik, sehingga membuat anak merasa tertekan. Hal ini dapat memengaruhi anak untuk mengerjakan soal dengan optimal.
Bagi orang tua sebaiknya tahan amarah dan jangan langsung menghukum anak. Sebaiknya rangkul anak dan ajak dia berbicara dari hati ke hati, apa yang membuat dia mendapatkan nilai di bawah kemampuannya. Jadilah pendengar yang baik sehingga tidak menghakimi atau melabel anak sebagai anak yang malas, tidak pintar dan sebagainya.
Dalam hal ini terbukti kalau intelegensi sangat dipengaruhi oleh pembentukan yaitu perkembangan individu yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).

3.      Kecerdasan emosi anak
Banyak manusia yang dikaruniai kecerdasan hebat. Sayangnya, tak sedikit juga orang-orang yang memiliki kecerdasan inteligensi tapi tidak diimbangi dengan kecerdasan emosinya. Seperti sosok Adolf Hitler yang konon seorang jenius, tapi kejeniusannya itu ternyata malah menjadi bencana bagi kemanusiaan. Secara sederhana bisa disebut bahwa Hitler adalah seorang yang jenius tanpa memiliki kecerdasan emosi, sehingga apa yang dilakukan Hitler hingga saat ini dikenang oleh banyak orang sebagai suatu kejahatan.
Kecerdasan emosi (emotional quotient/EQ) adalah kemampuan, kapasitas atau keterampilan seseorang untuk dapat menerima, mengukur dan mengatur emosi dirinya sendiri, orang lain atau bahkan kelompok sehingga memudahkannya berinteraksi sehari-hari.
Anak yang tidak diberi ruang untuk berkembang secara emosi dapat tumbuh menjadi pribadi yang sulit. Hal tersebut dapat terbawa terus hingga memasuki masa dewasanya. Pertumbuhan dan perkembangan jiwa dan fisik yang harmonis menjadi cikal bakal pribadi anak yang sehat yang sangat dibutuhkan saat mereka tumbuh dewasa nanti.
Ada 4 aspek dalam kecerdasan emosi yaitu :
   1. kesadaran diri,
   2. kemampuan untuk mengelola diri,
   3. kesadaran sosial dan
   4. kemampuan untuk mengelola interaksi dengan lingkungan sosial.

Peran orang tua sangat penting untuk menjadi panutan atau role model dalam memperkenalkan konsep kecerdasan emosi anak. Cerdas emosi bukan hanya kewajiban anak seorang diri. Peran aktif orang tua sangat penting dalam proses perkembangan kecerdasan emosi anak. Cerdas emosi merupakan proses timbal balik dengan lingkungannya serta pembelajaran yang diperoleh anak dari aktifitas sehari-hari.
 BAB IV
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
1.      Intelegensi adalah kemampuan mental yang menggambarkan kecakapan berfikir dengan menggunakan pengertian atau sikap dalam memecahkan masalah yang dapat diperoleh dari pengalaman (lingkungan).
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi adalah:
·         Heriditor (pembawaan)
·         Kematangan
·         Pembentukan
·         Minat
·         Kebebasan
3.      Tes intelegensi dilakukan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang.
4.      Pada usia remaja mendekati efesiensi intelektual yang maksimal tetapi kurangnya pengalaman membatasi intelegensi mereka.
5.      Intelegensi bukanlah tingkat pengukuran untuk kesuksesan seseorang.
6.      Kreativitas merupakan perwujudan dari intelegensi yang tinggi.
7.      Peran intelegensi di anggap penting dalam dunia pendidikan.
 B.     SARAN
1.      Disarankan kepada penyelenggara pendidikan bahwa sangat diperlukannya intelegensi dalam dunia pendidikan.
2.      Disarankan kepada orangtua untuk lebih mengasah intelegensi anak dengan lebih baik dan dengan cara yang benar.
3.      Disarankan kepada para pembaca untuk menggunakan intelegensi yang telah dengan sebaik-baiknya tanpa merugikan orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar

bagaimana menurutmu?